Fenomena Pendakian

Fenomena Pendakian

Melihat Sisi Lain Dunia Pendakian Indonesia

Melihat Sisi Lain Dunia Pendakian Indonesia

MELIHAT SISI LAIN DUNIA PENDAKIAN
KARENA PENDAKIAN TAK HANYA TENTANG PUNCAK

Orang bilang, gunung sekarang milik semua kalangan. Dulu mungkin hanya mereka para pencinta alam yang menggiati kegiatan pendakian, tapi kini, tua muda, pria wanita, anak sekolah sampai pekerja kantoran, mulai banyak yang menekuni aktivitas ini.

Tren juga berubah. Kalau dulu mungkin hampir semua pendaki mendambakan puncak, kini sekadar bersantai di basecamp aja udah cukup, yang penting bisa menikmati suasana alam yang tenang.

Dunia pendakian Indonesia, seperti halnya dunia pendakian di Negara-negara lain, berubah dinamis mengikuti zaman.

Pendakian tak hanya tentang bagaimana cara mencapai puncak. Ada sangat banyak hal di dalamnya, tentang perjuangan, pengorbanan, hingga persaudaraan.

Di Kubik kali ini, Phinemo akan mencoba mengajak Kamu untuk melihat  sisi-sisi lain dunia para pendaki. Selamat membaca!

Busana Mendaki, Memilih yang Aman dan Nyaman

Ketika memilih jalan syar’i dalam pendakiannya

Sekarang ini, kita berada pada era, di mana gunung telah berubah jadi tempat wisata dan pendaki pun datang dengan berbagai gaya.

Ketika berbicara tentang gaya berpakaian saat mendaki, aman menjadi syarat pertama. Untuk kemudian nyaman menjadi syarat berikutnya.

Kriteria nyaman mungkin bisa subyektif, tapi jika bicara tentang kriteria aman, itu mutlak.

Busana pendakian akan panjang bahasan-nya jika mengulas dari sisi para ladies. Ya, mau di dunia sehari-hari maupun pendakian, pilihan busana para ladies selalu menarik dibahas.

Di dunia pendakian, para wanita tangguh ini ada yang memilih busana terbuka, dengan celana gemas dan tanktop, ada yang biasa saja, ada juga yang memilih mengenakan rok longgar, atasan panjang, dan hijab menutup dada. Semua adalah pilihan.

Di segmen ini, Phinemo akan membahas mereka yang memilih pilihan ketiga.

Yok kenalan dulu dengan Eno Salsabil. Seorang cewek pendaki yang selalu kenakan baju syar’i saat dia naik gunung. Nggak kayak pendaki-pendaki cewek lainnya, doi ngaku tetap menggunakan rok dan hijab yang longgar saat menapaki tanjakan-tanjakan terjal.

Udah diniatkan dalam hati, naik gunung untuk melihat kebesaran Illahi. Jadi, pakaian yang dikenakan pun harus sesuai dengan jalan yang syari

Sesaat mendengar penjelasannya ini, jujur, kami sangat kagum tapi di satu sisi ada rasa penasaran begitu besar karena kami pun belum pernah mencoba melakukannya. Seperti Kamu, kami mendaki dengan outfit, celana kargo dan kaos.

Gimana bisa naik gunung dengan rok longgar? Apa nggak ribet menapakan kaki di tanjakkan terjal dengan langkah kaki yang terbatas ? Gimana kalau harus memanjat bebatuan tinggi?

Awal pendakiannya, Eno masih kenakan celana kargo dan kaos panjang dengan hijab yang menutup dada. Dalam pendakian perdananya, terlintas sebuah pemikiran “sepertinya, naik gunung menggunakan baju gamis (syar’i) masih memungkinkan.”

Dengan niat dan kesungguhannya, dia memantapkan hati untuk mencoba mendaki dengan jalan syar’i. Kata dia, kalau niat naik gunung ingin melihat kebesaran ilahi, bukankah akan jauh lebih baik kalau cara kita menuju ke sana pun karena Allah. Salah satu nya ya dengan tetap mengenakan baju syar’i.

Banyak yang mengkhawatirkan, tapi nggak sedikit yang mensupport keputusan Eno kenakan gamis saat mendaki

foto oleh Eno Salsabila

“Yakin No, pakai baju gamis? Yakin bisa?”

Pertanyaan bernada kekhawatiran itulah yang kerap diucapkan beberapa teman saat melihat Eno memutuskan mengenakan baju syar’i. Ada yang khawatir, nggak sedikit yang mensupport keputusannya. Jauh dalam hati Eno berkata, “kalau saya gagal naik gunung dengan gunakan rok, mungkin nggak akan naik gunung lagi”

Ibarat perjudian, keputusan Eno memang ada resikonya. Kalau dia sukses mendaki dengan baju syari, akan ada banyak orang yang terinspirasi dan mengikuti jejaknya. Pun, dia bisa tetap menekuni hobinya. Namun, di sisi lain, ketika dia harus gagal,dalam arti gamis merepotkan dia selama pendakian bahkan membahayakan, Eno harus menyudahi hobi pendakiannya ini.

Ah, menanjaki gunung kenakan rok panjang dan longgar ternyata nggak mudah

Harus diakui, naik gunung pakai rok itu agak “berat”. Apalagi saat perjalanan melelahkan disertai hujan lebat. Rok bagian bawah yang basah, cukup memberatkan langkahnya.

Maka, rok longgar berbahan tipis jadi pilihan pendakiannya. Alasannya, biar melangkah lebih ringan, kata dia.

Hujan bukan satu-satunya musuh dia. Tebing atau bebatuan terjal jadi lawan dia selanjutnya. Saat menjumpai bebatuan terjal yang memaksa dia harus memanjat lebih tinggi, Eno nggak mau menghindarinya. Mau nggak mau, dia harus merangkak melewati batu ini.

Namun, biar geraknya lebih nyaman dan leluasa, dia pun mengenakan legging panjang sebagai inner di dalam rok nya. Ya, sesekali Eno harus mengangkat roknya sedikit ke atas saat memanjat.

Nggak mudah memang. Namun, sampai detik ini, rok nggak pernah mencelakainya. Atasan longgar dan jilbab yang besar malah membuat tubuhnya lebih hangat.

Meski rok nggak pernah mencelakainya, Eno punya cara supaya tetap aman dengan gamis namun nggak melanggar prinsip yang dianutnya

Eno Salsabil saat ditemui tim Phinemo.com

Mendaki gunung dengan kenakan baju gamis memang nggak bisa dijauhkan dari syariat yang dianut suatu agama. Logika ini berkata, orang yang mendaki dengan baju syar’i, ya udah pasti dia seseorang yang terus berjalan pada keyakinannya.

Gunung bukanlah tempat yang bisa dipisah-pisahkan berdasarkan gender. Laki-laki perempuan di sana semua ada. Ketika kita memilih untuk naik gunung dalam jalur syar’i, nggak cuma keyakinan yang dikuatkan namun juga keselamatan diri kita.

Apalagi saat alam lagi nggak bisa diajak berdiskusi. Sedangkan, Eno hanyalah cewek pendaki seperti pada umumnya. Yang suatu saat pun butuh bantuan orang lain saat menjumpai kendala.

Dia berusaha buat nggak berdekatan apalagi bersentuhan dengan yang bukan mukhrim.  Suatu waktu, ketika Eno butuh bantuan teman yang bukan mukhrim, dia memilih untuk tetap menerima bantuan. Ya, tentu aja tetap pada koridor yang diajarkan syariatnya.

“Kalau butuh uluran tangan temen, bisa kok diakali dengan menggunakan kayu atau misal harus dievakuasi bisa saja menggunakan sarung. Yang penting kita nggak bersentuhan. Toh, kita sedang dalam keadaan darurat”

***

Kalau Kamu memutuskan untuk mengikuti jejak Eno ini, mantapkan hatimu. Seperti yang dia bilang, naik gunung karena ingin melihat kebesaran Allah, pun cara menikmatinya harus sesuai yang diajarkannya.

Setiap keputusan selalu ada resiko yang tersimpan. Memutuskan mengenakan rok saat mendaki, Kamu pun harus siap dengan konsekuensinya. Namun, setiap konsekuensi selalu ada solusi. Jadi, jangan berhenti.

 

Kata Eno, “naik gunung pakai rok ya sama aja kayak Kamu kalau naik gunung pakai celana panjang. Asalkan roknya longgar.”

Saat fashion dan keselamatan nggak bisa di-nomorduakan

Masalah selera dan gaya berpakaian memang nggak bisa disamaratakan. Eno Salsabil, pendaki mungil pada bahasan sebelumnya mungkin sangat nyaman dengan baju syar’i-nya. Namun, Imas Veronika, lebih suka mengenakan celana gemas selama pendakian.

Keselamatan memang utama, tapi berpakaian menarik nggak boleh di nomor duakan apalagi diabaikan

Bagi sebagian besar cewek, gaya berpakaian nggak bisa dipisahkan dari kehidupan. Pun saat naik gunung. Mau selusuh atau sekusut apa pun tubuhnya, mereka selalu ingin terlihat cantik. Salah satu caranya dengan kenakan pakaian yang menarik.

Ya, kurang lebih seperti itu pendapat Imas tentang tren berpakaian cewek pendaki kini. Ketika gunung jadi bagian tempat permainan para cewek, saat itulah dengan mudah Kamu temui banyak cewek cantik.

Siapa sih yang nggak ingin terlihat cantik di depan lawan jenisnya? Menjadi cantik pun nggak melulu berdandan menor dengan bedak, lipstick, atau pun alis yang tebal. Memadupadankan pakaian saat naik gunung dengan model yang kekinian pun jadi andalan.

Karena alasan itulah, Imas memilih mengenakan celana gemas dan kenakan flannel kotak-kotak dengan warna yang nggak begitu terang. Katanya sih biar tetep gaya.

Meski mengenakan celana gemas, bukan berarti Imas melupakan keselamatan saat pendakian. Keselamatan pendakian itu yang utama, tapi gaya berpakaian yang menarik nggak boleh dinomorduakan. Kurang lebih begitu yang diucapkannya.

Agar kaki mulusnya nggak tergores bebatuan tajam atau tergigit lintah daratan, Imas mengenakan legging panjang di dalamnya. Paling nggak, legging panjang itu bisa menutupi kulit dari panas, menghangatkan dari dingin, dan menjauhkan diri dari gigitan binatang nakal.

Naik gunung pakai celana gemas nyaman nggak sih?

foto oleh imccxfn17

“Nyaman banget!”

Begitulah jawaban Imas saat Kami tanya. Celana gemas nggak Cuma bikin dia terlihat fashionable tapi bikin pergerakan lebih leluasa. Gunung dengan medan bebatuan nggak begitu masalah baginya.

Saat dia diharuskan melewati trek bebatuan gunung Slamet atau melangkahkan kaki lebih tinggi setara dada, celana gemas bikin gerakannya makin lincah. Saat hujan turun pun, dia nggak takut celana basahnya memberatkan langkah. Begitu ringan bergerak.

Kata dia, yang paling disuka dari celana gemas adalah kepraktisannya. Celana model kayak gini emang praktis, simpel, dan mudah dipacking. Nggak makan banyak tempat, apalagi dia adalah pendaki cewek yang Cuma bawa daypack 30 liter saat naik gunung.

Memilih bahan celana pun nggak sulit. Sama aja lah kayak Kamu memilih celana panjang. Sesuaikan juga dengan musim pendakian.

Saat Kamu naik gunung dalam musim penghujan, pilih celana gemas berbahan waterproof atau yang cepat kering. Sedangkan celana bahan kargo lebih cocok digunakan saat mendaki di musim panas.

Celana gemas yang mendatangkan cibiran 

Meski nyaman, tetap saja gaya berpakaian Imas ini dicibir orang. Ada yang bilang kebanyakan gaya. Ada juga yang nyinyir “mau naik gunung atau ngemall?”. Ada juga yang bilang nggak sopan.

Awalnya, bête juga dengerin orang komentar tentang gaya berpakaian naik gunungnya. Bahkan, saat belum begitu banyak cewek yang naik gunung, celana gemas yang dikenakan selalu jadi pusat perhatian. Pendaki cowok atau pun cewek nggak henti-henti menatapnya dengan pandangan sinis. Yah, itu dulu, tahun 2008, ketika pendakian masih belum begitu diwarnai dengan kaum bergincu.

Sekarang, celana gemas udah jadi trend fashion buat banyak pendaki cewek. Menarik dan enak dipandang. Warna-warni kostum pendaki cewek yang fashionable kini bikin para pendaki cowok senang. Akhirnya, gunung pun nggak Cuma bisa tenangkan pikiran tapi bisa jadi tempat buat cuci mata para pria.

Di Balik Kisah Pencarian dan Penyelamatan di Gunung

Mengenal sosok Jacki, seorang ranger yang kerap mengikuti proses evakuasi korban pendaki hilang di Merbabu

Menjadi ranger untuk mengevakuasi korban emang nggak pernah jadi hal yang mudah. Begitu juga bagi Jacki, yang mengalami kesulitan saat mengevakuasi korban yang hilang di Merbabu kemarin. Jacki dan anggota tim penyelamat lain harus menempuh medan super ekstrim untuk bisa menyelamatkan survivor yang sempat hilang.

Jacki dan juga penyelamat lain harus berani turun ke Jurang Grawah yang tingkat kemiringan elevasinya hampir 70-80 derajat.

Ngeri kan? Nah, para penyelamat harus turun ke sini demi bisa menyelamatkan korban yang diketahui bernama Inggil. Belum lagi kondisi korban yang sudah lemah karena sebelumnya jatuh ke bawah dua kali. Jadi mau nggak mau tim penyelamat harus menggunakan tali dan juga tandu untuk bisa membawa korban ke titik aman.

Ada juga Andy, yang berbagi cerita tentang sulitnya mengevakuasi korban hilang yang jatu ke jurang Grawah Merbabu

Andy yang juga tergabung dalam tim penyelamat mengaku mengalami sedikit kendala dan kesulitan. Nggak adanya ploting area dari instansi terkait yang bertugas jadi SRU (Search and Rescue Unit) justru membuat area pencarian korban jadi tumpang tindih. Sampai akhirnya Andy dan anggota tim meminta ijin untuk menyisir area lain di dusun Tekelan tapi tetap berkoordinasi dengan komando.

Tantangan dan kesulitan lain selama proses evakuasi adalah kekurangan alat yang digunakna untuk proses evakuasi. Kondisi korban berada di sekitar 500 – 600 meter dari titik aman. Sedangkan para tim penyelamat hanya memiliki tali karmantel sekitar 100 meter, ditambah webbing 100 meter. Jelas akan sangat kurang untuk bisa turun dengan aman sampai di titik keberadaan korban.

Nggak adanya tambatan untuk mengikat tali juga menjadi salah satu kendala saat proses evakuasi. Meski begitu, tim penyelamat nggak menyerah dan terus mengusahakan untuk bisa membawa korban ke titik aman sesegera mungkin.

Kurniadi S Wijaya, tim pencari Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat

foto oleh Kurniadi S. Wijaya

Kurniadi S Wijaya, saat itu (Mei 2012), tergabung dalam tim Mapala UI yang ikut diterjunkan melakukan pencarian bangkai pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat.

“Waktu itu lokasi persis jatuhnya pesawat di Gunung Salak belum ditemukan. Walaupun beberapakali helikopter dan pencarian melalui udara sudah melihat posisinya, akan tetapi mereka tidak bisa turun karena tidak ada tempat mendarat dan cuaca juga tidak memungkinkan. Sehingga perlu dicapai melalui jalur darat. Tugas kami mencari lokasi persis jatuhnya pesawat melalui jalur darat,” kenang Kurniadi.

Ia dan tim gabungan mencoba berbagai cara agar bisa mencapai lokasi jatuhnya pesawat.

“Pagi hari kami sampai di pos pertama pencarian di Cidahu setelah sore sebelumnya mendengar kabar Sukhoi jatuh di Gunung Salak. Akan tetapi sampai siang hari belum ada kabar teman-teman yang sudah berangkat sebelumnya menemukan lokasinya. Baru di siang hari kami mendapat kabar dari teman-teman yang melalui jalur udara menemukan lokasi koordinatnya. Tempat tersebut dekat dengan Pasir Pogor. Akhirnya pos pencarian dipindah ke Pasir Pogor. Sore hari kami diberangkatkan dari sana bersama teman-teman dari Basarnas dan Marinir dalam kelompok masing-masing. Sampai sore hari kami belum mencapai koordinat tersebut, sehingga tim kami memutuskan untuk istirahat tidur dulu. Pagi hari waktu cuaca masih cerah, kami mencari titik-titik tinggi dan memanjat pohon untuk melihat sekeliling dan terlihatlah daerah tebing dengan pohon-pohon tumbang dan terbakar. Segera kami menuju tempat tersebut dan setelah jalan beberapa jam, pukul 11 siang kami mulai menemukan bagian-bagian pesawat dan akhirnya ditemukanlah lokasi persis jatuhnya pesawat,” Kurniadi menceritakan kronologi pencarian saat itu.

Bagi Kurniadi, ada banyak hal nggak terlupakan saat tergabung menjadi tim pencari pesawat Sukhoi Superjet 100.

“SAR Sukhoi ini merupakan pencarian pertama saya dan merupakan SAR besar karena mencari pesawat jatuh, juga memakan banyak korban. Sedih juga melihat korban dan keluarga korban. Ada keluarga korban yang semangat ikut mencari ke atas bersama kami, padahal beliau nggak pernah naik gunung. Ada juga keluarga korban yang datang ke sekretariat mapala membawa anak dengan kemampuan khusus (indra ke-6) dan meminta tolong ke kita untuk mencari keluarganya yang menurut dia masih dalam keadaan hidup,” pungkas Kurniadi.

Mereka hanyalah para relawan, yang usahanya tak pernah dibayar apapun kecuali rasa bangga telah bermanfaat bagi sesama

Meski para ranger penyelamat ini harus bertaruh nyawa juga selama mengevakuasi korban di gunung, tapi tahukah Kamu bahwa mereka nggak pernah dibayar untuk itu. Yang mereka tahu, semua usaha mereka hanya berdasar pada kesukarelaan dan juga panggilan hati untuk ikut membantu dalam upaya pencarian dan penyelamatan.

Ranger penyelamat yang mayoritas adalah pendaki gunung sebetulnya sedang menampar kita semua. Bahwa untuk membantu sesama tak melulu hanya dengan uang. Kita bisa membantu dengan tenaga dan pikiran, yang mungkin justru lebih berguna saat terjadi musibah baik di gunung atau di manapun.

Jadi alangkah baiknya, kita juga nggak nyinyir saat ada tim penyelamat yang sedang berjuang untuk bisa menyelamatkan korban. Lebih bagus lagi kita bantu dengan doa meski dari jauh.

Sekelumit pesan dari para ranger untukmu, hai para pendaki

Hai pendaki, gunung bukan tempat bermain yang bisa Kamu jelajahi sesuka hatimu. Pergi mendaki gunung berarti harus siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan Kamu temui di jalur pendakian. Jadi, jangan berpikir bahwa mendaki gunung itu nggak perlu ilmu dan semua orang bisa pergi bebas ke sana.

Apa susahnya belajar ilmu manajemen pendakian, perjalanan atau kegiatan alam terbuka lainnya? Kalau Kamu memang nggak bergabung di organisasi formal, Kamu bisa kok belajar secara informal. Ikut pelatihan kegiatan alam terbuka atau tanya sama teman-teman Kamu yang sudah pengalaman.

Dan semoga dengan banyaknya tragedi pendaki hilang di gunung, pihak pengelola dan pendaki lebih bisa mengantisipasi hal ini

Pihak pengelola juga nggak bisa begitu aja kepas tanggung jawab. Dengan semakin banyaknya pendaki yang nyasar dan hilang, harusnya pihak pengelola bisa memasang lebih banyak petunjuk jalan untuk para pendaki. Mengingat gunung sering kali berkabut, ada baiknya petunjuk jalan ini dibuat dengan jarak yang nggak terlalu jauh.

Dan buat para pendaki, kenapa tanganmu terlalu usil untuk merusak fasilitas yang ada? Tidak kah Kamu sadar kalau tindakanmu itu bisa saja membahayakan orang lain. Nggak jarang para pendaki yang nggak bertanggung jawab merusak fasilitas semacam petunjuk jalan atau mencorat-coretnya. Jadi berhentilah lakukan hal-hal kayak gitu.

CURHATAN PENDAKI LAMA & BARU TENTANG DUNIA PENDAKIAN SEKARANG

logo-phinemo-putih

Kubik merupakan cara Phinemo menampilkan perspektif berbeda dari dunia traveling dengan visualisasi yang tak hanya informatif, tapi juga menghibur.

Copyright © 2017